Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya di sebabkan oleh ruda paksa ( Arif Mansjoer, 2000 )
Fraktur adalah kerusakan pada kontinuitas tulang ( Sandra M, 2001 )
B. ETIOLOGI ( Arif mansjoer, 1999 )
Penyebab dari fraktur adalah sebagai berikut :
1) Benturan dan cidera / trauma ( jatuh pada kecelakaan ).
2) Kelemahan tulang akibat osteoporosis ( pada orang tua ) penderita kanker atau infeksi yang di sebut fraktur patologis.
3) Fraktur stress atau fatigue fraktur akibat peningkatan drastic latihan pada seorang atlit atau pada permulaan aktivitas fisik baru sehingga kakuatan otot meningkat secara lebih cepat di bandingkan kekuatan tulang.
C. KLASIFIKASI ( Arif Mansjoer, 1999 )
1) Berdasarkan komplit atau tidak komplitnya fraktur
a. Komplit adalah bila garis patah melalui seluruh penempang tulang atau melalui kedua korteks tulang.
b. Tidak komplit adalah bila garis patah tidak melalui penampang tulang seperti :
Ø Buckle Fraktur : Bila terjadi lipatan dari satu kortek dengan kompresi tulang sapongiosa di bawahnya.
Ø Greenstick Fraktur : Fraktur tidak sempurna dan sering terjadi pada anak – anak ,korteks tulang sebagian masih utuh demikian juga periosteum.
2) Berdasarkan garis patah dan hubungannya dengan mekanisme trauma
a. Fraktur Transversal : Fraktur yang garis patahnya tegak lurus terhadap sumbu panjang tulang.
b. Fraktur Obliq : Fraktur yang garis patahnya membentuk sudut terhadap tulang.
c. Fraktur Kompresi : Terjadi bila dua tulang menumbuk tulang ketiga yang berada di antaranya.
d. Fraktur Elevasi : Memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat insersi tendon ataupun ligament
3) Berdasarkan jumlah garis patah
a. Fraktur Kominutif : Garis patah lebih dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental : Garis patah lebih dari satu tapi tidk berhubungan.
c. Fraktur Multiple : Garis patah lebih dari satu tapi pada tulang berlainan tempat.
4) Berdasarkan pergeseran tulang
a. Fraktur Undisplaced ( tidak bergeser ) : Tulang patah posisi normal.
b. Fraktur Displaced ( bergeser ) : Ujung tulang yangpatah berjauhan dari tempat patah.
5) Berdasarkan hubungan fragmen tulang dengan dunia luar
a. Fraktur Tertutup ( Closed / Simple Fraktur ) : Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.
b. Fraktur Terbuka ( Open / Compound Fraktur ) : Bila terdapat hubungan antara frgamen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.
Menurut R. Gustillo, fraktur terbuka terbagi atas tiga derajat yaitu :
Ø Derajat I :- Luka kurang dari 1 cm.
- Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk.
- Fraktur sederhana transversal, oblik / kominutif ringan
- Kontaminasi minimal.
Ø Derajat II : – Laserasi lebih dari 1 cm
- Kerusakan jaringan lunak, tidak luas.
- Kontaminasi sedang
Ø Derajat III : – Terjadi kerusakan luas di kulit, otot, neurovaskuler.
Fraktur Derajat III terbagi atas :
a. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adequate meskipun ada laserasi
b. Kehilangan bjaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar.
c. Luka pada pembuluh arteri.
D. TANDA DAN GEJALA
Adapun tanda dan gejala fraktur adalah :.
1) Rasa sakit atau nyeri.
Nyeri akan bertambah dengan gerakan dan penekanan di atas fraktur.
2) Pembengkakan di sekitar fraktur
3) Deformitas ( kelainan bentuk)
4) Gangguan fungsi, ekstremitas tak dapat di gunakan.
5) Dapat tejadi gangguan sensasi atau rasa kesemutan yang mengisyaratkan kerusakan syaraf.
6) Krepitasi ( suara gemeretak ) dapat terdengar sewaktu tulang di gerakkan
7) Laserasi kulit.
8) Jika terdapat luka terbuka, maka terdapat perdarahan.
9) Shock karena nyeri hebat, kehilangan darah.
E. PATOFISIOLOGI
Fraktur terjadi bila ada interupsi dari kontinuitas tulang. Biasanya, fraktur di sertai cidera jaringan di sekitar yaitu ligament, otot, tendon, pembuluh darah dan persarafan.Fraktur bisa juga di sebabkan karena trauma ataupun karena suatu penyakit, missal osteoporosis. Trauma yang terjadi pada tulang dapat menyebabkan fraktur dan akan mengakibatkan seseorang memiliki keterbatasan gerak, ketidakseimbangan dan nyeri pergerakan jaringan lunak yang terdapat di sekitar fraktur, missal pembuluh darah, saraf, dan otot serta organ lainnya yang berdekatan dapat di rusak. Pada waktu trauma ataupun karena mencuatnya tulang yang patah, apabila kulit sampai robek akan mengakibatkan luka terbuka dan akan mengakibatkan seseorang beresiko terkena infeksi.
Tulang memiliki banyak pembuluh darah ked lam jaringan lunak atau luka yang terbuka. Luka dan keluarnya darah dapat mempercepat pertumbuhan bakteri.
Pada osteoporosis secara tidak langsung mengalami penurunan kadar kalsium dalam tulang. Dengan berkurangnya kadar kalsium dalam tulang lama – kelamaan tulang menjadi rapuh sehingga hanya trauma minimal saja atau tanpa trauma sedikitpun akan mengakibatkan terputusnya kontinuitas tulang yang di sebut fraktur.
Tingkatan pertumbuhan tulang :
1) Hematoma Formation ( Pembentukan Hematoma )
Karena pembulih darah cedera maka terjadi pada daerah fraktur dan kedalam jaringan di sekitar tulang tersebut. Reaksi peradangan hebat timbul setelah fraktur. Sel – sel darah putih dan sel most terakumulasi menyebabkan peningkatan aliran darah ke tempat tersebut. Darah menumpuk dan mengeratkna ujung – ujung tulang yang patah dan fagositosis dan pembersihan sisa –sisa sel mati dimulai.
2) Fibrin Mesk Work ( Pembentukan Fibrin )
Hematom menjadi terorganisasi karena fibrablast masuk lokasi cidera, membentuk mesk work (gumpalan fibrin) dan berfungsi sebagai jala untuk melekatkan sel-sel baru.
3) Invasi Osteoblast
Osteoblast masuk ke daerah fibrosis untuk mempertahnkan penyambungan tulang dan merangsang pembentukan tulang baru imatur ( callus ). Pembuluh darah berkembang mengalirkan nutrisi untuk membentuk collagen. Untaian collagen terus di satukan dengan kalsium.
4) Callus Formation ( Pembentukan Callus )
a. Osteoblast terus membuat jalan untuk membangun tulang.
b. Osteoblast merusakkan tulang mati dan membantu mensintesa tulang baru.
c. Collagen menjadi kuat dan terus menyatu dengan deposit kalsium.
5) Remodelling
Bekuan fibrin di reabsorpsi dan sel – sel tulang baru secara perlahan mengalami tulang sejati. Tulang sejati menggantikan callus dan secara perlahan mengalami kalsifikasi. Penyembuhan memerlikan waktu beberapa minggu sampai beberapa bulan. Penyembuhan dapat terganggu atau terlambat apabila hematom fraktur atau callua rusak sebelum tulng sejati terbentuk atau apabila sel – sel tulang baru rusak selam proses kalsifikasi dan pengerasan.
F. PROSEDUR DIAGNOSTIK
1) Pemeriksaan Laboratorium
v Hb, Hct sedikit rendah, di sebabkan perdarahan.
v LED meningkat bila kerusakan jaringan emak sangat luas.
v Peningkatan jumlah leukosit adalah respon stress norma; setelah trauma.
2) Pemeriksaan Penunjang
v Sinar X untuk melihat gambaan fraktur deformitas
v CT – Scan untuk mmperlihatkan fraktur atau mendeteksi struktur fraktur
v Venogram untuk menggambarkan arus vaskularisasi
v Radiograf, untuk menentukan integritas tulang
v Antroskopi, untuk mendeteksi keterlibatan sendi
v Angiografi, bila dikaitkan dengan cedera pembuluh darah
v Konduksi saraf dan elektromiogram, untuk mendeteksi cedera saraf
G. KOMPLIKASI
1) Sindrom Kompartemen
Komplikasi inin terjadi saat peningkatan tekanan jaringan dalam ruangan tertutup di otot yang sering berhubungan dengan akumulasi cairan sehingga menyebabkan hambatan aliran darah yang berat sehingga menyebabkan keusakan otot.
2) Trombo Embolic Complication
Terjadi pada individu yang mobil dalam waktu yang lama.
3) Infeksi
Paling sering menyertai fraktur terbuka dan dapat di sebabakan melalui logam bidai.
4) Mal Union
Suatu keadaan di mana tulang yang patah telah embuh dalam posisi yang tidak seharusnya.
5) Osteomyelitis
Infeksi dari jaringan tulang yang mencakup sumsum atau korteks tulang dapat terbuka, luka tembus atau selama operasi.
6) Cedera Vaskuler atau Saraf
Kedua organ ini dapat cedera akibat ujung patahan tulang yang tajam.
7) Delayed Union – Non Union
Sambungan tulang yang terlambat dan tulang patah yang tidak menyambung kembali.
I. PENATALAKSANAAN
Fraktur biasanya menyertai trauma, untuk itu sangat penting untuk melakukan pemeriksaan terhadap jalan napas ( airway ), proses pernapasan ( breathing ) dan sirkulasi apakah terjadi syok atau tidak.
a. Intervensi Terapeutik
Penatalaksanaan kadaruratan meliputi :
- Pembebatan fraktur di atas dan di bawah sisi cenderung sebelum memindahkan pasien. Pembebatan / pembidaian mencegah luka dan nyeri yang lebih jauh dan mengurangi komplikasi.
- Memberikan kompres dingin, untuk menekan perdarahan, edema dan nyeri.
- Meninggikan tungkai untuk menurunkan edema dan nyeri.
- Kontrol perdarahan dan memberikan penggantian cairan untuk mencegah syok.
- Fiksasi eksternal untuk menstabilkan fraktur komplek dan terbuka.
- Pemasangan traksi untuk tulang panjang.
- Traksi kulit : Kekuatan di berikan pada kulit dengan busa karet
- Traksi skelet : Kekuatan yang di berikan pada tulang skelet secara langsung dengan menggunakan kawat pen.
- Anestesi local, analgetik narkotik, relaksan otot, atau di berikanuntuk membantu pasien selama prosedur reduksi tertutup. Imobilisasi di lakukan dengan jangka waktu yang berbeda – beda. Fisioterapi untuk mempertahankan otot yang luka bila tidak dipakai dapat mengecil secara cepat. Setelah fraktur sembuh,mobilisasi sendi dapat dimulai sampai ekstremitas betul – betul telah kembali normal. Fungsi penyangga badan ( weight bearing) diperbolehkan setelah terbentuk cukup callus.
1. Pengkajian
a. Riwayat Keperawatan
- Perawat perlu menentukan data biografi, riwayat terjadinya trauma
- Obat – obatan yang sering di gunakan
- Kebiasaan minum – minuman keras
- Nutrisi, hoby, pekerjaan
b. Pemeriksaan Fisik
- Kaji seluruh system tubuh yang besar : kepala, dada, abdomen.
- Inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan pasien.
- Integrasi kulit ( laserasi kulit, perubahan warna, perdarahan )
- Nyeri, Neurosensasi
2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut ybd. agen injuri fisik.
Definisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman emosional yang muncul secara actual / potensial kerusakan jaringan atau menggambarkan adanya kerusakan serangan mendadak atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat yang dapat di antisipasi atau di prediksi durasi kurang dari 6 bulan.
Tujuan : Nyeri dapat di minimalkan setelah di lakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil
Indikator | Selalu | Sering | Kadangkadang | Jarang | Tidak pernah |
Melaporkan nyeri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Mempengaruhi kondisi tubuh | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Melaporkan frekuensi nyeri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan ekspresi nyeri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menjaga posisi tubuh | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan tekanan otot | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan perubahan RR | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan perubahan TD | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan perubahan pupil | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Berkeringat saat nyeri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
- Kaji ulang nyeri secara komprehensif meliputi lokasi, karakteristik, durasi
- Observasi TTV per 8 jam
- Berikan posisi nyaman ke klien
- Observasi respon verbal dan non verbal tentang ketidaknyamanan
- Ajarkan tekhnik relaksasi ( ex: napas dalam )
- Laksanakan pemberian terapi analgesik
b. Kerusakan Mobilitas Fisik ybd. kerusakan musculoskeletal.
Definisi : Keterbatasan dalam kebebasan untuk pergerakan fisik tertentu pada bagian tubuh atau satu atau lebihekstremitas.
Tujuan : Kerusakan mobilitas fisik dapat di minimalkan setelah di lakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
Indikator | Tergantung | Perlu bantuan orang lain | Perlu pengawasan | Mandiri dengan bantuan orang lain | Mandiri |
Menunjukkan keseimbangna berdiri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Posisi tubuh saat berdiri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Melakukan pergerakan otot | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan pergantian posisi | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Ambulasi : berjalan | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Ambulasi : kursi roda | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
- Observasi tingkat pergerakan klien
- Awasi TD perhatikan keluhan pusing
- Instruksikan klien dalam rentang gerak aktif pasif
- Berikan bantuan dalam mobilisasi
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
c. Resiko Infeksi ybd. kerusakan jaringan dan peningkatan paparan lingkungan.
Definisi : Peningkatan resiko masuknya organisme patogen
Tujuan : Infeksi tidak terjadi setelah di lakukan tindakan keperawatan.
Kriteria Hasil :
Indikator | Selalu | Sering | Kadangkadang | Jarang | Tidak pernah |
Menunjukkan bentuk penularan | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan faktor penyebab penularan | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan pengurangan penularan | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan tanda dan gejala | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan prosedur screening | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan peningkatan aktivitas resisten | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
- Observasi TTV / 8 jam
- Inspeksi kulit adanya eritema, drainage.
- Jaga balutan tetap kering dan bersih
- Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
- Anjurkan pada klien dan keluarga untuk tidak memegangi luka.
- Kolaborasi untuk pemberian anibiotik.
d. Gangguan Pola Tidur ybd. posisi
Definisi : Keterbatasan waktu tidur ( alami, dalam periode singkat yang
secara relative sadar ) meliputi jumlah dan kualitas.
Tujuan : Pola tidur klien tidak terganggu setelah di lakukan tindakan
keperawatan.
Kriteria Hasil :
Indikator | Tidak pernah cukup | Jarang cukup | Kadang cukup | Sering cukup | Salalu cukup |
Jumlah jam tidur | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Observasi pola tidur | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Observasi kualitas tidur | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Keefektifan tidur | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan gangguan tidur | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menunjukkan tidur yang rutin | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Perasaan segar setelah tidur | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Tidur sebentar di siang hari | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Terjaga beberapa waktu | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
- Kaji pola tidur klien
- Observasi TTV / 8 jam
- Kurangi kebisingan saat klien mau tidur
e. Defisit self care: mandi, toileting tbd. gangguan musculoskeletal
Definisi : Gangguan kemampuan untuk melakukan tindakan hygiene
mandi dan toileting secara mandiri.
Tujuan : Klien mampu melakukan perawatan diri : mandi , toileting secara mandiri setelah di lakukan tindakan keperawatan.
Kriteria hasil :
Indikator | Tergantung | Perlu batuan orang lain | Perlu pengawasan | Mandiri dengan bantuan orang lain | Mandiri |
Dapat pergi ke kamar mandi sendiri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Mendapat suplay mandi | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Memperoleh air | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Mematikan air | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Megatur temperature air | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Mandi di bak mandi | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Membasuh muka dan badan | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Menggosok gigi | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Mengeringkan tubuh | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Dapat pergi ke toilet sendiri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Dapat memakai pakaian dalam sendiri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Dapat membersihkan alat kelamin sendiri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
Dapat melepaskan pakaian dalam sendiri | 1 | 2 | 3 | 4 | 5 |
- Observasi tingkat nyeri
- Bantu klien dalam pemenuhan parawatan diri
- Berikan privasi saat mandi atau toileting
- Ajarkan untuk mencoba malkukan diri missal : mengusap muka, mengeringkan badan.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, L.J. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta : EGC, 2001
Doengoes, E. Marilyn. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC, 1999
Engram, Barbara. Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC, 1999
Mansjoer, Arif. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius FKUI,1999
NANDA. Diagnosis Keperawatan 2000. Alih bahasa mahasiswa PSIK – FK
UGM Angkatan 2002
Nettina, Sandra . M. Pedoman Praktek Keperawatan. Jakarta : EGC, 2000
Ed. J. Marion, M. Maas, Sale Morhead. Nursing OutcomesClassification..
Second Edition, Mostby, St. Louis New York, 1996
Ed. Mc. Closkey, J. C. Gloria, M. Bulechek. Nursing Intervention Clasification.
Second Edition, Mostby, St. Louis New York, 1996
1 komentar:
Amirul Allif Minza: bagi temen-temen yang jurusan tentang kesehatan pengen mencari tentang Congestive Hearth Failure (CHF) silahkan mampir aja di sini...
http://allifkecil91.blogspot.com/2013/04/congestive-hearth-failure-chf.html
Posting Komentar